assalamu'alaikum,,.

Rabu, 09 Juli 2008

Catatan Untuk Pembela Ahmadiyah non Ahmadiyah

Katagori : Artikel - Opini & Aspirasi

Pendemo non muslim menolak SKB
Minggu lalu salah seorang sahabat lama mengirimkan sebuah SMS kepada saya yang kurang lebih inti dari pesan itu adalah kesesatan untuk Ahmadiyah merupakan sesuatu hak mutlak dari Tuhan, sebagai manusia yang masih sholat dengan "Ihdina Shirattal Mustaqim" tidak selayaknya mengucapkan sebuah kata "sesat" kepada orang lain, Indonesia negara hukum yang Demokrasi, bukan Theokrasi.

Sebenarnya sahabat lama saya ini hanya bermaksud untuk guyon atau bergurau dengan saya, karena sahabat saya ini sudah lama mengenal tipikal saya bagaimana. Tetapi yang menjadi pikiran saya adalah, mengapa selalu alasan statemen sesat hanya milik Allah selalu di dengungkan oleh para pembela Ahmadiyah, dan juga alasan pelarangan Ahmadiyah merupakan pelanggaran konstitusi.

Sebenarnya alasan ini merupakan alasan yang sudah usang dan expired karena alasan yang selalu di ulang-ulang ini secara dalil naqli maupun konstitusi negara sudah terbantahkan dengan sendirinya dan juga seperti tidak ada inovasi alasan yang bisa membuat teguh ketidaksesatan Ahmadiyah.


'Nabi' Pelayan Imperialis, 'Islam' tak Butuh Mirza Ghulam Ahmad
Ahmadiyah sendiri sebenarnya berpaham bahwasannya seorang muslim yang tidak beriman kepada Ahmadiyah tidak dapat menjumpai Allah Ta'ala, kita bisa saksikan di dalam buku "Da'watul Amir" karangan Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad:

"Kami dengan bersungguh-sungguh mengatakan bahwa orang tidak dapat menjumpai Allah Ta'ala di luar Ahmadiyah".

Sekarang konsekuensinya jika seseorang tidak dapat menjumpai Allah selain dari Ahmadiyah adalah sama dengan konsekuensi "Inna dinna i'ndallahi Islam" yang berarti sesungguhnya agama yang dirdhoi Allah adalah Islam. Berarti kesimpulannya umat yang tidak melewati Ahmadiyah untuk bertemu dengan Allah sejatinya adalah sesat dan kafir. Statemen ini diperkuat lagi masih di dalam buku yang sama bahwa seseorang yang merintangi usaha Ahmadiyah untuk menyebarkan faham tentang Masih Mau'ud adalah bukan Islam, ini buktinya (Di bawah judul "Al Masih Telah Datang"):

Orang yang tidak beriman kepada beliau akan berada di luar pengayoman Allah Ta'ala. Barang siapa menjadi penghalang di jalan Masih Mau'ud, ia sebenarnya adalah musuh Islam, dan ia tidak menginginkan adanya Islam. (Da'watul Amir)

Sebagai orang yang berpikiran sehat dan mengerti tentang Islam, seharusnya Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad tidak ceroboh mengeluarkan statemen seperti diatas yang justru akan menohok ekslusifitas Ahmadiyah yang secara terang mengindikasikan sebagai agama sendiri. Sebaiknya staemen diatas di baca dan di hapal oleh para aktifis SEPILIS agar tahu yang mereka bela itu sesungguhnya siapa. Sebagai umat Islam non Ahmadiyah, kita tentu menolak sebuah gagasan akan kenabian sekunder pasca Muhammad SAW yang berimplikasi kita tentu akan membantah jalan Ahmadiyah dalam menyebarkan faham sesat dari Mirza Ghulam Ahmad, umat Islam yang demikian menurut statemen diatas adalah musuh Islam dan di luar keselamatan Allah Ta'ala (safety of God, di dalam naskah aslinya).

Hal yang fundamental bahwa orang yang menolak ajaran Mirza Ghulam Ahmad adalah kafir dapat kita lihat pada "wahyu" gadungan dari Mirza Ghulam Ahmad sesuai yang dia wartakan kepada pengikutnya:

"Anta imaamun mubaarakun, la'natullahi 'alalladzii kafara" (Tadzkirah hal. 749).

yang artinya sebagai berikut: "Kamu adalah Imam yang di berkahi, Laknat Allah atas orang-orang yang Ingkar", jelas sekali bahwa Mirza Ghulam Ahmad haruslah di imani, dan yang tidak beriman seperti kita umat Islam yang tidak menerima Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan Rasul atau apalah sebutannya adalah kafir (orang yang ingkar). Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, yang mengatakan kafir terlebih dahulu terhadap Islam adalah Ahmadiyah dahulu ataukah Fatwa Ulama Islam?.


Menteri agama : 'Non-Muslim tak Usah Ikut Campur Tangan Soal Ahmadiyah' - Lalu ada apa ? mereka ikut demo ?
Tentang dalil kenabian Mirza Ghulam Ahmad sudah saya sebutkan berulang kali baik di Milis ini maupun di beberapa website bahwasanya kenabian Mirza Ghulam Ahmad merupakan aqidah yang sudah tidak dapat ditawar bagi Ahmadiyah Qadiyani, kita dapat lihat statemen berikut ini:

a. Imam Mahdi dan Almasih jang dijanjikan jang sudah bangkit itu orangnja adalah Hazrat Mirza Gulam Ahmad a.s. pendiri Ahmadiyah. Beliau tidak datang sebagai Nabi baru dalam arti, bahwa beliau mengganti, merobah, menambah atau mengurangi adjaran Islam. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal.100).

b. Sebenarnja ajat chataman nabijjin tidak pernah mendapat dukungan dari ajat2 Alquran lainnja-walaupun satu ajat sadja-kalau chataman Nabijjin tersebut mau diartikan sebagai Nabi penutup, penghabisan dan sebagainnja. Sebaliknja didalam Alquran terdapat puluhan ajat jang menundjukan , bahwa sesudah nabi Muhammad saw pintu ke-Nabian itu tetap terbuka. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal 18)

Dan statemen yang keluar dari bibirnya sendiri tentang kenabian dirinya yang dimuat di dalam Ayk Ghalati Izala merupakan bukti-bukti terhdap aqidah Ahmadiyah, tidak sempurna keimanan seorang Qadiyani sebelum menerima beriman kepada kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad. Sebenarnya argumen saya diatas adalah sudah usang dan expired, tetapi berhubung tidak ada yang bisa membantah fakta-fakta tersebut maka mau tidak mau saya muat selalu dalam tulisan saya sampai ada yang bisa membantah bahwa yang saya tulis itu adalah out of context dan tidak relevan dan tulis dan yang ngawur, berbeda dengan alasan para pengusung relativisme, pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme yang sejak dahulu alasan "kuno" dimuat namun selalu ada yang membantahnya dan tidak dapat membantah balik.

Implikasi dari pembelaan Ahmadiyah ini, selalu merujuk pada sebuah pasal dari UUD 1945, yaitu mengenai kebebasan dalam menjalankan peribadatan dan agama di Indonesia, agar tidak salah ambil informasi, adalah baik jika kita melihat dahulu sebenarnya apa isi dari pasal 29 UUD 1945 pasca Amandemen, sebelumnya ada baiknya kita merujuk kepada sebuah pasal sebelum pasal 29, yaitu pasal 28 J:

"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang - Undang dengan maksud semata - mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai denga pertimbangan moral, nilai - nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat Demokratis."

Ada poin-poin yang harus kita resapi dari statemen pasal tersebut, yaitu Kebebasan (yang selalu di dengungkan pembela Ahmadiyah) haruslah tunduk pada pembatasan Undang-Undang, jadi dalam hal ini tidak ada kebebasan dalam arti sebebas-bebasnya. Poin terpenting adalah kebebasan diatur dan di batasi di dalam Undang-Undang.

Sekarang kita baru melihat pada pasal peluru yang selalu di gugat oleh para kaum Liberal dalam membela Ahmadiyah, Lia Eden, Yusman Roy, dan para SEPILIS lainnya yang saya kutip tanpa editing:



BAB XI

AGAMA

Pasal 29

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Setelah kita cermati, ada poin-poin penting yang harus kita cermati dan ambil, yaitu: Indonesia mengambil pengakuan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (La Ilaha Illahu Wahid), dan poin kedua adalah mengenai kemedekaan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya.

Dalam kasus Ahmadiyah, setidaknya pasal 29 tersebut telah dilanggar secara terang, di karenakan Ahmadiyah dengan mengatasnamakan Islam telah membuat sebuah model baru atas penyimpangan hukum Islam kedua, yaitu Al Hadis, perihal "penutup kenabian". Oleh para Ulama Islam, aqidah Ahmadiyah ini telah menyinggung perasaan umat Islam dengan menyebarkan paham mereka kepada umat Islam dengan berbagai macam buku dan website.

Implikasi dari pembatasan ini adalah dengan dikeluarkannya SKB untuk teguran keras kepada Ahmadiyah, sebagai pelaksana dari UUD 1945, sekarang gugatan yang mengatakan pelarangan Ahmadiyah adalah tidak berdasar UUD 45 berdasar dari mana? Padahal secara jelas, UUD 45 menggunakan sebuah UU organik (lihat pasal 28 J) sebagai pelaksana dari UUD 45 yang tertuang di dalam UU PNPS No. 1 tahun 1965 perihal penodaan agama. Ahmadiyah tidak akan terjerat oleh pasal ini jika dia membuat sebuah agama baru yang bernama "Ahmadiyah" dengan kitab suci Tadzkirah.

Tidak hanya UUD 45 yang akan menjerat Ahmadiyah, di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Ahmadiyah akan terjerat pula oleh Pasal 156 tentang penodaan agama yang di siarkan secara luas oleh Ahmadiyah, yang bertentangan dengan Islam yang benar-benar resmi di Indonesia. Saya memberikan solusi yang paling aman terhadap Ahmadiyah agar tidak terjerat dengan UUD 45, UU PNPS No. 1 tahun 1965, dan KUHP pasal 156, solusi tersebut adalah Ahmadiyah membuat agama sendiri di luar Islam yang aqidahnya boleh apa saja terserah Ahmadiyah, karena di dalam umat Islam nabi Muhammad merupakan nabi Syariat dan Non Syariat terakhir berdasarkan Hadis Shahih Bukhari dan Muslim, jika Ahmadiyah menggugurkan dalil hadis diatas, berarti telah melakukan penodaan terhadap islam yang berimplikasi pada ketiga aturan main diatas.

* Pemerhati Masalah Keagamaan di Indonesia, khususnya Perbandingan Agama Semitik, dapat di kontak di website pribadi http://arishardinanto.swaramuslim.com dan email: aris@swaramuslim.com

Link Pararel Artikel diatas: http://arishardinanto.swaramuslim.com/more.php?id=60_0_1_0_M

CATATAN REDAKSI

Menteri agama : 'Non-Muslim tak Usah Ikut Campur Tangan Soal Ahmadiyah'
Lalu ada apa para Biarawan & Biarawati ikut demo ?



Seperti yang dapat dilihat dari foto diatas, Kelompok AKKBB sudah terang terang mengumbar jargon "Stop Religious Fascism - sama persis dengan jargon Bush "War on Terrorism"!! yakni Perang memusuhi Islam...

YOU DECIDE !!
posted by RoHis at 22.07

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home